2013/10/15

Kunjungan ke Kampung Sindangbarang, Bogor

Saya berangkat ke sekolah pada pukul 06.15. Setelah menunggu selama 15 menit, akhirnya para siswa berkumpul untuk berdoa agar perjalanan kami dapat berjalan dengan baik. Tujuan Field Trip kali ini adalah Kampung Budaya Sindangbarang yang tepatnya terletak di kota Bogor.


  Kami berangkat menuju Kampung Budaya pada pukul 7.30. Sekolah kami menggunakan bis Big Bird yang cukup nyaman. Kami satu bus dengan murid - murid kelas XII IPA
[Yoga&Anita]

Tidak hanya naik bus, sesampainya di kota Bogor, kami menaiki salah satu dari 25 angkot yang sudah disediakan oleh sekolah.
[Di angkot]

 Setelah sampai ke tujuan, kami disambut dengan kesenian Angklung Gubrag.Lalu kami berkumpul di sebuah tempat istirahat untuk menyantap snack tradisional seperti ubi rebus, pisang rebus, jagung rebus,  dan bandreg.



 Lalu kami melaksanakan kegiatan kegiatan seperti membatik, tari jaipong, pencak silat, menumbuk dan menanam padi, permainan tradisional szeperti bakiak dan engrang.

 Pertama - tama kami diajak untuk membatik yang ternyata sangat susah.


Setelah membatik, para siswi mengikuti tari jaipong sementara para siswa mengikuti pencak silat.

Setelah itu kami memainkan permainan tradisional sementara SMA melakukan tracking ke peninggalan Kerajaan Pajajaran. Permainan tradisional juga diikuti oleh para guru, inilah beberapa contoh permainan yang diikuti guru yang dilakukan oleh Ms.Trismi , Sir.Fardi dan Ms.Nitya



Para murid, tentu saja ikut memainkan permainan tradisional yang menyenangkan ini. Guru-guru pun ikut berpartisipasi dengan mengikuti permainan-permainan ini.
 Setelah itu kami menyantap makan siang tradisional ala Bogor yang ternyata sangat lezat.Lalu kami main kartu sampai kami diajak untuk menangkap ikan. Dan karena lumpur yang banyak kami harus mengganti baju. Hasil tangkapan dibawa pulang. Kami juga diajak untuk menanam padi.
[Pemandu kami mengajari cara menanam padi yang benar]

Sambil menunggu, saya dan teman - teman yang bosan memainkan musik gamelan. Walaupun itu pertama kalinya, ternyata musik yang kami hasilkan terdengar nyaring.
[Yoga&Sean memainkan alat musik tradisional]


Pada akhir acara kami berkumpul dan menyaksikan tari Jaipong setelah itu kami kembali ke angkot dan menuju Botani Square menggunakan bis. Padahal saya senang karena dapat menghirup udara segar jauh dari hiruk pikuk kota Jakarta dan menikmati pemandangan.


 Di Botani Square, teman-teman saya menikmati waktu mereka berjalan-jalan, sedangkan saya hanya berdiam diri di bus karna merasa kurang enak badan. Setelah itu kami pulang ke Jakarta sambil menikmati makan malam KFC. Kami sampai di sekolah sekitar pukul 20.00 , itulah pertama kalinya saya di Kampung Budaya Sindangbarang. Mungkin di lain waktu saya akan berkunjung lagi karena udara pedesaan yang menyengarkan paru-paru yang sudah terlalu banyak menghirup polusi..

Nyawa Anakku Diselamatkan Oleh Seekor Anjing

Manusia memang mempunyai rasa kasih sayang yang besar. Rasa kasih sayang ini tidak hanya ditujukan kepada manusia tapi juga kepada hewan peliharaannya. Anjing menjadi salah satunya. Beberapa orang mengatakan bahwa anjing adalah sahabat manusia yang paling setia. Kisah ini menjadi salah satu contohnya. Sebuah keluarga mengadopsi seekor anjing pitbull hitam tepat sebelum anjing itu akan 'ditidurkan' selamanya di pusat penangkaran hewan.

Anjing ini akhirnya tinggal bersama keluarga ini dan diberi nama TaterTot. TaterTot pada awalnya akan diberikan kepada orang lain, namun semua itu berubah setelah sebuah kejadian.
Peyton adalah anak laki-laki di keluarga ini. Seperti anak laki-laki pada umumnya, Peyton termasuk sebagai salah satu anak yang aktif. Dia suka bermain dengan TaterTot di dalam kamarnya. Nampaknya Peyton mulai menyukai TaterTot dan begitu pula sebaliknya.

Peyton dan TaterTot, penyelamatnya | (c) HuffingtonpostPeyton dan TaterTot, penyelamatnya | (c) Huffingtonpost
 
Suatu malam, Christi, sang ibu sudah bersiap akan tidur dan sedang mengecek keadaan rumah. Ketika malam tiba, Christi terbangun karena TaterTot terus menggonggong sambil berlari mendekati Peyton. Christi pada awalnya memang terganggu namun dia merasa curiga dengan hal ini.
Dia mengikuti TaterTot ke kamar Peyton dan mendapati anaknya sedang terkulai lemah di tempat tidur. Christi dengan sigap langsung membawa Peyton ke rumah sakit terdekat. Di sana dokter mengatakan bahwa Peyton kesulitan bernapas karena gula darah di dalam tubuhnya sangat rendah. Jika tidak cepat di bawa ke rumah sakit, hal ini bisa menyebabkan kematian seperti yang dilansir oleh Merdeka.com (11/10).
Christi sangat bersyukur dengan kehadiran TaterTot. Dia sangat berterima kasih kepada anjing pitbull hitam ini karena telah menyelamatkan anaknya. Nampaknya TaterTot merasa berhutang budi karena telah diselamatkan oleh keluarga ini saat hampir dibunuh di penangkaran hewan.
Saat ini Christi merasa berhutang nyawa pada TaterTot karena telah menyelamatkan anaknya. Kisah ini bisa menjadi sebuah renungan bahwa apapun hal baik yang Anda tanam dengan ikhlas dan tanpa mengharap pamrih, maka akan dibalas dengan perbuatan baik lainnya. Begitu pula sebaliknya. Jadi jangan lupa untuk selalu berbuat baik ya.

2013/10/12

Kisah Pemuja Rahasia: Namanya Senja, Dia Kisahku

Secret Admirer (c) shutterstock

Orang bilang, cinta itu bisa datang kapan dan di mana saja. Tidak pernah terduga dan bahkan tidak bisa dihindari. Agaknya ungkapan ini benar adanya. Anda pasti pernah mengalami momen di mana menyukai seseorang tiba-tiba, tanpa alasan. Hati Anda yang berbicara, iya, hati kecil Anda.
Semua wanita pernah memendam rasa, rasa cinta yang mungkin tidak akan pernah terungkap. Sayang, apakah ada kata terlambat untuk cinta? Apa selalu ada kata tunggu untuk cinta?
"Tolong ya, siapkan semua dengan baik. Malam ini harus jadi malam yang istimewa." ujar Senja.
***
"Selamat ya, akhirnya kamu kerja di sini juga," ucap Gana, seorang wanita yang kemudian menjadi teman akrabku di kantor baruku. Aku baru saja diterima kerja di sebuah kantor. Dari sini hidupku bermula, dari sini juga aku mengenalnya, literally. Senja.. Nama itu ada di otakku selalu, di hatiku tak pernah pergi.
***
Aku hanya tahu namanya, ngobrol saja belum pernah, Tapi ada sesuatu yang aneh ketika melihat dia. Entah itu apa. Terlalu dini rasanya jika aku sebut itu adalah cinta. Ah mungkin hanya perasaanku saja.
Lambat laun, dia semakin menarik. Menarik perhatianku, menarik hatiku untuk selalu melihatnya lewat ketika dia baru saja datang. Aku selalu menempatkan posisiku senyaman mungkin agar bisa memandanginya. Entah dia menyadari atau tidak jika aku selalu menjadi yang pertama tahu dia datang. Ah tidak mungkin.
"Eh, ada acara kantor lho, minggu depan. Kamu ikut kan? " kata Gana membuyarkan lamunan ku. Dia berkata sambil melirikku penuh maksud. Aku tahu, ini pasti adalah kode bahwa dia juga akan ada di acara itu. Ini mungkin jadi kesempatan pertama buatku untuk mengajaknya datang bersama. Tapi, mungkinkah? Duh, bagaimana ya alasan yang tepat? Aku harus bilang apa ya? Sayang, semua itu hanya ada di angan. Aku tidak pernah berani untuk menanyakannya. Semua berakhir. Kesempatanku hilang. Bodoh...
Acara kantor terlewat begitu saja, seperti anganku berkenalan lebih dekat dengannya juga. Sayang, aku hanya bisa melihat punggungnya saja. Aku dan dia memang berada di kantor yang sama, sayang kami dipisahkan oleh divisi yang berbeda.
***
"Lho, kamu kok belum pulang? Belum dijemput ya? Udah malem lho, masih di kantor aja." Kata Senja. Suaranya mengagetkanku yang sedang asyik mendengarkan musik volume maksimal dengan headset. Kebiasaanku memang, simple sih, supaya bisa konsentrasi.
"Ah, nggak, lagi males pulang aja. Asyik di sini." Entah apa yang meracau dari mulutku. Hati, otak dan mulutku sedang tidak bisa bersinergi dengan baik. Tapi, dari situlah aku sedikit mengenalnya. Dia menemaniku hingga beberapa jam setelahnya. Dari situ juga aku mendapatkan kontaknya. Malam itu aku tidur dengan tersenyum, antara tidak percaya dan lucu saja bagaimana Tuhan mengatur perkenalan kami.
***
From : Senja
To : Gana
"Akhirnya aku kenalan juga dengan dia." Sent
***
Tidak terasa, sudah satu tahun aku bekerja di kantor ini. Aku dan Senja masih dekat, ya sama seperti yang lainnya. Belum ada yang spesial. Bahkan rasa yang pernah aku rasakan sejak satu tahun lalu tidak pernah hilang. Kami tidak pacaran, terlalu cepat rasanya dan aku tidak yakin apakah dia memiliki rasa yang sama. Ada gosip yang berhembus bahwa dia sedang dekat dengan salah satu wanita di kantor, tapi entah siapa. Tidak pernah ada yang tahu siapa wanita itu. Misterius..
Tapi, bagiku, melihatnya datang setiap pagi sudah bisa membuat hariku bahagia. Melihatnya membalas senyumku itu sudah cukup membuat tidurku nyenyak. Mungkinkah aku hanya akan menjadi secret admirer? Atau harus kukatakan bagaimana perasaanku sebenarnya? Tapi, bagaimana jika semua kedekatan yang sudah pernah terjalin hilang begitu saja?
"Cie.. Siapa nih gebetannya? Makin kenceng aja gosipnya." Tanyaku suatu malam ketika lagi-lagi aku harus lembur di kantor. Dia yang kutanya hanya diam saja. Tidak ada jawaban. Tidak pernah ada jawaban.
***
Hari ini, tepat satu tahun yang lalu di mana aku hanya bisa melihat punggungnya dari jauh. Ya, aku sedang menikmati acara tahunan kantor. Bedanya, aku sudah dekat dengan Senja, walaupun tidak 'dekat' dalam artian yang lebih. Menurutku kami hanya dekat. Senja tidak pernah menunjukkan apa-apa, kode, sinyal, apa saja. But, I'm good with that. Setiap momen aku nikmati, aku syukuri. Hingga di puncak acara, biasanya akan ada sedikit kegilaan yang akan disumbangkan dari setiap tim dan divisi.
"Perhatian semuanya. Setelah ini akan ada pemutaran video. Minta perhatiannya ya?"
Aku yang semula tidak terlalu memperhatikan karena sedang sibuk ngobrol, tiba-tiba merasa aneh karena semua orang menoleh ke arahku. Ketika aku mengubah pandanganku, astaga...
***
Aku akan menjadi orang pertama yang mengiyakan bahwa cinta itu bisa tumbuh di mana dan kapan saja tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Malam itu, jadi malam paling indah karena cinta rahasiaku ternyata bersambut. Memori kenangan malam itu di mana Senja memberikan video singkat manis tentang cinta rahasia kami (ternyata dia juga merasakan hal yang sama) ditutup dengan pernyataan cinta manis yang dia katakan untukku. Sekarang aku tahu dan sadar, hati tidak pernah salah...
***
Manis.. Kadang juga sedih, itulah cinta. Kadang Anda juga tidak bisa menebak bagaimana rasa akan berakhir, bahagia atau sia-sia. Untuk Anda yang sedang memuja dia diam-diam, ungkapkan. Lebih baik mengetahui apa jawabannya kini daripada dihantui dengan perasaan yang tidak menentu. You, secret admirer, don't let your love be only a secret.

(vem/dyn)

2013/10/09

Kisah Pengabdian Seorang Menteri


Alkisah ada seorang raja yang memiliki 10 anjing ganas untuk menghukum menterinya yang salah. Jika sang Raja tidak berkenan maka menteri yang salah akan dilempar ke kandang agar dicabik oleh anjing-anjing ganas tersebut.

Suatu hari seorang menteri membuat keputusan salah dan murkalah Sang Raja. Maka diperintahkan agar sang menteri dimasukkan ke kandang anjing ganas.

Menteri berkata: "Paduka, saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, tapi paduka tega menghukumku begini. Atas pengabdianku selama ini saya hanya minta waktu penundaan hukuman 10 hari saja". Sang Raja pun mengabulkannya.

Sang menteri bergegas menuju kandang anjing-anjing tsb dan meminta izin kepada penjaga untuk mengurus anjing-anjingnya. Ketika ditanya untuk apa? Maka dijawab: "Setelah 10 hari nanti engkau akan tahu''. Karena tahu itu menteri maka diizinkan.

Selama 10 hari itu sang menteri memelihara, mendekati, memberi makan bahkan akhirnya bisa memandikan anjing-anjing tsb hingga menjadi sangat jinak padanya.

Tibalah waktu eksekusi, disaksikan Raja dimasukkanlah sang menteri ke kandang anjing, tetapi Raja kaget saat melihat anjing-anjing itu justru jinak padanya. Maka dia bertanya apa yg telah dilakukan menteri pada anjing-anjing tsb?

Jawab menteri: "Saya telah mengabdi pada anjing-anjing ini selama 10 hari dan mereka tdk melupakan jasaku. Tapi paduka… Saya telah mengabdi padamu selama 10 tahun, tapi paduka tega menjatuhkan hukuman ini pada saya".

Terharulah raja, meleleh airmatanya lalu dibebaskanlah sang menteri dari hukuman & dimaafkan.

Saudara/i terkasih, Cerita ini sungguh hadiah dari hati yang terdalam bagi semua insan; agar tidak mudah mengingkari & melupakan berbagai kebaikan yang kita terima dari orang-orang terdekat kita, hanya karena kejadian sesaat yang tidak mengenakkan & jangan mudah menghapus kenangan dan persahabatan yang telah terukir bertahun lamanya hanya karen hal-hal kecil yang kurang kita sukai padanya saat ini. Apalagi jika penilaian kita padanya lebih didominasi subyektifitas kita. Jangan sampai kita kalah dengan hewan tersebut dalam menghargai sebuah kebaikan & bakti.

Pengorbanan Ayah



Aku terus melihat ayah dengan sebal saat dia melambaikan tangannya pagi itu untuk berangkat berdagang sayuran di pasar. Aku benar-benar menyesal telah dilahirkan dari rahim seorang wanita berkeluarga miskin. Sekitar lima bulan lalu, ibu pergi untuk selama-lamanya. Saat kepergian ibu, sama sekali tidak ada air mata yang menetes dari mataku. Aku benar-benar benci keluarga miskin ini! Ucapku dalam hati. Setelah ayah sudah berbelok, aku langsung berangkat sekolah. Bagaimanapun juga, aku tidak ingin terlihat bareng dengan pedagang sayur itu.

Di sekolah seperti biasanya. Saat istirahat aku hanya duduk diam di kelas. Aku sama sekali tidak dikasih uang jajan. Penghasilan ayah yang pas-pasan setiap harinya, hanya bisa untuk beli makan untuk di rumah saja. Bekal pun tidak ada. Aku rasa Tuhan tidak adil! Aku benar-benar muak dengan hidupku sekarang! Ingin sekali rasanya aku kabur dari rumah dan mencari keluarga baru yang kaya raya. Tapi aku rasa itu tidak mungkin. Ongkos untuk kabur pun aku tidak punya.

Saat pulang sekolah, ayah sudah pulang duluan. Kulihat ayah memandangi foto ibu yang telah usang. “Dia itu udah mati! Percuma kalo foto diliatin gitu juga nggak bakal ngebuat dia hidup lagi!” teriakku kemudian langsung masuk ke kamar dan membanting pintu kesal. Terdengar suara tangisan ayah. Tapi aku sudah tidak peduli lagi. Aku kemudian tidur sambil menutup kepalaku dengan bantal gepeng yang usang.
***

“Dasar anak tukang sayur! Udah miskin sok ngatur-ngatur lagi lo! Pergi lo dari kelompok gue!” teriak Metha, salah satu temanku, dia memang anak orang kaya. Kemudian aku pergi dari mejanya. Percuma juga jika aku meladeni bentakannya itu, yang ada teman-teman pasti akan menertawaiku karena ucapan Metha yang menjelek-jelekkanku. Aku pun tidak akan menangis dengan ucapan Metha tadi. Ucapan-ucapan seperti tadi sudah menjadi makanan sehari-hariku. Yah, beginilah kehidupanku. Penuh dengan ejekan. Semua ini karena keluargaku yang miskin! Aku benar-benar stres karena kemiskinan!

“Heh! Ganti pekerjaan kek, Bapak! Aku malu denger semua ocehan temen-temen! Mereka selalu bilang kalo aku anak tukang sayur! Aku malu, Pak! Malu!” teriakku pada ayah sepulang sekolah.

“May, udah sepuluh tahun Bapak kerja seperti ini. ini memang sudah pekerjaan Bapak, May. Mana mungkin bapak menggeluti pekerjaan lain. Bapak juga tidak punya keahlian, May. Maafkan Bapak” sahut ayah sambil menangis. Aku benci ucapan ayah itu! Bukan itu yang aku mau!

“Bodo amat! Pokoknya Bapak nggak boleh jadi tukang sayur lagi!” bentakku kemudian masuk ke kamar dan membanting pintu. Di kamar aku menangis. Meratapi nasibku ini. Kenapa buruk nasibku ini? Aku benci! Aku benci semuanya!

Paginya kulihat ayah duduk di depan. Dia tidak pergi ke pasar hari ini. “Pak? Nggak jualan?” tanyaku. Ayah kemudian tersenyum padaku. “Bapak udah nggak jualan sayur, May. Kamaren kan kamu yang bilang supaya Bapak nggak jualan sayur. Sekarang Bapak jualan koran. Dan sebentar lagi juga Bapak berangkat” ucap ayah kemudian. “Ish, dasar! Maksud gue nggak usah jualan sayur, ya jangan jualan koran! Jadi insinyur kek! Biar kita kaya! Kaya raya, Pak!” bentakku kemudian. Ayah menundukkan kepalanya. Sebal melihat ayah, aku langsung pergi untuk berangkat sekolah. Kemudian ayah memegang pundakku dan menyodorkan tangannya. Aku sudah kesal dengan ayah bego itu! Aku tetap pergi tanpa salim padanya. Aku benci dia!
***

Tiga bulan kemudian, ayah berganti pekerjaan sebagai tukang koran. Sama saja! Hidupku tidak berubah sama sekali. Sama seperti dulu. Tidak dapat uang jajan, jarang makan dan tidak ada uang untuk kabur dari rumah! aku benar-benar stres ada di rumah! Mau pergi juga pergi kemana? Aku sama sekali tidak ada uang. Bosan sekali aku di rumah ini!

Ayah pulang kemudian duduk di kursi sambil mengelap mukanya yang bercucuran peluh. “May, tolong ambilin Bapak minum. Bapak capek sekali, May” ucap ayah kemudian. “Heh! Enak aja nyuruh-nyuruh lo! Kalo haus, ya ambil minum sendiri! Punya kaki kan? Kalo Bapak nggak punya kaki, baru aku ambilin!” teriakku kemudian pergi meninggalkan ayah sendiri. Kemudian aku pergi keluar rumah. Aku duduk duduk di kursi depan. Sebal rasanya aku dengan ayah. Sudah miskin, sok jadi raja lagi! Minum saja minta ambilin! Punya kaki kenapa harus minta ambilin?! Dasar ayah tidak berguna! Ucapku dalam hati dengan kesalnya.

Besoknya tiba-tiba ayah pulang dengan babak belur. Ayah meringis kesakitan sambil memegang lukanya. Kemudian aku menghampirinya dan bertanya, “Kenapa, Pak?”. “Bapak tadi berantem, May. Ada orang yang mengambil barang berharga punya Bapak” jawab ayah sambil meringis kesakitan. “Ish! Ngapain coba pake berantem segala?! Kayak anak kecil aja! rebutan barang lagi! Anak kecil banget tau nggak!” bentakku benar-benar sebal. Dasar orang tua! Sudah tua bukannya banyak nyari uang, malah berantem kayak anak kecil! Bentakku dalam hati. Ih! Aku benar-benar kesal dengan ayah! Sudah tua, miskin, kerjanya hanya merepotkan saja! Rasanya aku ingin cepat kabur dari rumah ini! Rumah gubug ini!

Malam harinya, terbelesit pikiran nakalku. Aku tau bagaimana cara kabur dari rumah kali ini. aku berjinjit masuk pelan ke kamar ayah. Kulihat ayah sedang duduk di kursi depan. Saat di kamar ayah, aku langsung mengobrak-abrik lemari baju ayah. Kucari-cari sesuatu itu. Dan akhirnya... ya! Aku berhasil mendapatkannya! Uang itu, uang untuk kabur itu. Aku berhasil mendapatkannya. Selamat tinggal miskin! Ucapku dalam hati sambil tertawa tidak bersuara. Kemudian kumasukan uang itu ke dalam saku baju. Aku bergegas keluar dari kamar ayah. Saat hendak keluar, tiba-tiba ayah sudah ada di depanku. Aku terkejut melihatnya.

“Kamu kenapa ke kamar Bapak?” tanya ayah padaku. Aku memikir-mikir alasan apa yang masuk akal.

“Emangnya nggak boleh apa ke kamar Bapak?! Miskin aja pake rahasia-rahasian segala! Dasar miskin!” bentakku kemudian. Aku segera masuk ke dalam kamar.

Ku hitung-hitung, uangnya berjumlah empat puluh lima ribu. Untuk apa ayah menyimpan uang sebanyak ini? Dasar!. Aku berencana, nanti pagi-pagi sekali pergi dari rumah ini. Niatku sudah mantab! Aku akan pergi dari kemiskinan ini! pergi dari ayah yang tidak berguna itu! Ucapku dalam hati dengan mantabnya.

Pagi-pagi sekali aku sudah bersiap. Saat hendak keluar kamar, tiba-tiba ada perasaan tidak enak. Aku tidak tau kenapa begitu. Hatiku ini, seperti bilang jangan pergi. Aku takut jika nanti terjadi apa-apa dengan diriku. Setelah lama dilema, akhirnya aku putuskan untuk tidak jadi pergi dari rumah. uang ini, lebih baik aku simpan sendiri saja. Cukup untukku membeli baju. Apalagi.. sebenatar lagi hari ulangtahunku. Aku juga ingin bersenang-senang di hari ulangtahunku. Akhirnya aku menyimpan kembali uang itu. Dan tidak jadi pergi dari rumah. sangat kusesali juga. Tapi.. yasudahlah, mungkin memang ini belum waktunya untuk kabur dari rumah.
***

Seminggu kemudian, tepat di hari ulangtahunku, aku berdandan serapih mungkin. Hari ini aku akan pergi ke pasar untuk membeli baju dengan memakai uang yang ku simpan itu. Saat di perjalanan, tiba-tiba salah seorang tetanggaku menghampiriku dan berkata, “May, May tunggu! Jangan pergi dulu! Emm.. heh.. emm.. anu... Bapakmu.. heh.. Bapakmu.. kec.. kecelakaan!”. Aku terkejut dengan ucapan itu. Entah kenapa aku sedih dengan ucapan tetanggaku itu. Seharusnya aku senang karena ayah kecelakaan! Jadi tidak ada yang merepotkanku lagi. Tidak ada wajah yang menjengkelkan aku lagi. Tapi kali ini.. aku malah sedih. Saat diajak menengok ayah pun aku mengikuti. Kenapa ini? tanyaku pada diri sendiri.

Air mataku menetes saat melihat ayah terbaring di kasur rumah sakit. Lukanya ada dimana-mana. Diselimutnya, masih terbekas darah segar bekas darah ayah. Aku langsung menghampiri ayah. Air mataku terus mengalir sedih. Entah mengapa, aku kasian melihat ayah terbaring seperti ini. Memeluknya.. aku malu sekali melakukan itu. Padahal aku sangat ingin melakukan itu.

Sejam kemudian, ayah sadar. Kemudian dipanggil-panggilnya namaku. Aku pun segera menghampiri ayah. “May, coba tolong liatin kaki Bapak. Bapak merasa tidak nyaman, May. Bapak bener-bener minta tolong kali ini” pinta ayah kepadaku. Kemudian, kubuka selimut ayah dan betapa terkejutnya aku. Kaki ayah.. kaki ayah.. kaki ayah hanya tinggal sedengkul. Kaki ayah ternyata diamputasi. Ayah tidak punya kaki lagi sekarang. Air mataku kembali mengalir saat melihat keadaan kaki ayah sekarang. Tanpa malu, aku langsung memeluk ayah. Sakit hati ini memeluknya. Mengingat perlakuanku kepadanya dulu.

“May, Bapak haus. Tolong ambilkan minum untuk Bapakmu ini, Nak. Kamu sendiri yang bilang kan, jika Bapak tidak punya kaki, kamu yang akan mengambilkan minum untuk Bapak. Sekarang.. Bapak tidak punya kaki lagi, May. Tolong ambilkan minum untuk Bapak, Nak” ucap ayah menangis. Melihat ayah menangis, aku pun jadi ikut menangis. Kemudian kuambilkan minum ke meja. Hatiku kembali sakit mendengar perkataan ayah barusan. Ayah benar. Dulu aku memang pernah berkata seperti itu. Sekarang, aku benar-benar sedih mengingat kata-kataku dulu itu pada ayah.

Ayah kemudian memegang tanganku erat. Kemudian disuruhnya aku mengambil sesuatu di bawah tempat tidur ayah. Saat kulihat, ada baju disana.

“Untuk siapa ini, Pak?” tanyaku kemudian bingung.

“Itu.. untuk..mu, May. Se.. selamat ulangta... hun ya, May. Maaf se... kali karena Bapak hanya bi.. bisa memberi itu untuk... mu” jawab ayah terbata-bata. Aku kembali menangis mendengar ucapan ayah. Kemudian aku peluk ayah dengan erat. Kuucapkan terima kasih pada Ayah.

“Se.. sebenarnya, uang ya.. ng kamu ambil wak... tu it.. tu, mau Bapak ku.. pulkan un.. untuk membeli kado un.. untukmu, Nak. Bapak ta..u karena saat Bapak li... at lemari, u... uang itu sudah ti.. tidak ada” ucap ayah lagi. Kemudian aku merasa bersalah dengan ayah.

“Maafin aku, Pak. Aku nggak tau kalo uang itu untuk beli kado buat ulangtahunku. Maaf, Pak” ucapku malu. Ayah hanya tersenyum padaku. Kemudian dipeluknya aku. Aku sangat merasa bersalah pada ayah. Kenapa aku.. bisa dengan gampangnya berlaku tidak sopan pada ayah dulu? Kelakuanku.. sama saja dengan setan! Aku pun mengumpat diriku sendiri.

Setelah beberapa jam di rumah sakit, kemudian ayah memanggilku lagi. Aku segera berdiri dari kursi tunggu dan mendekati ayah. Kemudian ayah berkata.

“Jaga dirimu baik-baik, May. Maaf karena Bapak tidak bisa menemanimu selamanya. Untuk kedepannya, Bapak akan menemani ibumu disana, May. Di tempat yang jauh itu. Bapak sudah memaafkan semua kesalahanmu. Semua kata-kata kasar darimu, May. Karena Bapak tau, kamu bersikap begitu karena Bapak juga yang hidup miskin begini. Sekarang, kamu bisa tenang tanpa Bapak, May. Bapak sangat menyayangimu. Semoga nantinya kamu bisa tumbuh sebagai wanita yang soleha, May”. Setelah berucap kemudian ayah tersenyum padaku. Sebelum akhirnya... dia memejamkan matanya dengan kedamaian.

“Bapakk!!!! Bapak!!! Jangan tinggalin May, Pak!!! Bangun, Pak!!!! May takut sendirian, Pak!!! May minta maaf dengan semua kata-kata May, Pak!!!!! Bapak bangun!!!!! Bapakkkk!!!!!!” teriakku sambil menggoyang-goyangkan tubuh ayah. Tapi ayah sudah tidak mendengar teriakanku lagi. Dia tetap tertidur. Dia diam tidak bergeming. Aku menangis. Kemudian teringat kembali saat aku mengatakan kata-kata kasar kepada ayah. Ayah yang selama ini ternyata selalu menyayangiku. Ini ulangtahun terakhirku bagi ayah. Dan dihari ulangtahun ini, terakhir kalinya aku melihat ayah. Kado terakhir ini... akan aku kenang sampai aku mati. Bapak, maafkan aku, ucapku dalam hati. Tak kuasa aku menahan tangis ini. Ayah sudah tidur untuk selama-lamanya.




Pertama mendengar suara tangisanmu, sujud sukurku pada-Nya..

Pertama kali menggendongmu, hati ini begitu terasa senang..

Pertama kali melihatmu tumbuh, aku berdoa pada-Nya..

Berdoa semoga kau jadi anak yang berguna, Nak..

Semua akan ku korbankan demi dirimu..

Walau nyawaku sekalipun, akan kukorbankan untukmu..

Untuk membuatmu senang..

Melihat senyummu, sangat membuat hidupku berarti..

Melihat air matamu, membuat duniaku ikut bersedih..

Nak, isilah hari-harimu dengan senyum dan tawa..

Aku menyayangimu, anakku...

Selamanya akan tetap menyayangi dirimu..

Surat Untuk Ayah

Aku berdiri tidak tenang di depan gerbang sekolah. Sudah lebih dari 1 jam aku menunggu dan tahu-tahu kesabaranku sudah mencapai ubun-ubun saja. Ayah lagi-lagi membatalkan janji sepihak begini. Tadi pagi sebelum aku berangkat sekolah Ayah menulis pesan untukku yang ditempelkan di depan pintu bahwa Ayah akan menjemputku sepulang sekolah dan kami akan menghabiskan hari berdua untuk merayakan ulang tahunku yang ke enam belas hari ini. Tampaknya semua akan cukup indah hari ini meski aku tidak mendapati ucapan selaman ulang tahun dan kecupan manis Ayah tepat tengah malam atau sekedar kue ulang tahun yang bertatahkan lilin yang menyala.Bagiku janji menghabiskan waktu berdua sudah lebih dari sekedar kado indah dari ayah yang hampir sejak 3 bulan ini tak pernah punya waktu untukku.

Ayah selalu berangkat ke kantor sebelum aku bagun dan pulang setelah aku tertidur lelap. Otomatis aku tidak pernah mengobrol dengannya. Meski sekarang sudah ada teknologi dan Ayah memfasilitasiki dengan semua itu, tetap saja jarak diantara kami makin menganga hari demi hari.

Drrrt.. Drrrt.. Hanphoneku bergetar. Ada panggilan masuk dari Ayah, segera kuangkat.

"Sayang, Maafkan Ayah, Ayah ngaak..". Klik. Aku memutuskan sambungan telepon itu. Aku sudah tau sekuelnya. Daripada mendengar langsung dari Ayah membuatku makin lara lebiih baik aku mematikan telepon itu. Ini seperti saat ayah berjanji akan mengambil raportku namun ternyata Ayah tidak bisa karena ada janji dengan klien mendadak. Sontak emosiku meledak, merasa aku tak punya lagi harga di mata Ayah. Merasa aku tak punya arti buat Ayah. Untung kala itu ada Tante Linda, mama Ical, mama pacarku. Tante Linda berbaik hati mengambilkan raportku dan untungnya wali kelasku menyetujuinya.

Kali ini aku sudah tidak bisa lagi menahan emosi. Aku menelpon Ical, meminta diantar pulang ke rumah, tidak kemana-mana. Aku hanya ingin pulang dan sendiri saja. Ical manut, jadilah aku sampai rumah 30 menit kemudian.

"Nad, kalo ada apa-apa kamu harus ngasih tau aku ya?", Ical berharap cemas, seolah aku ini hendak bunuh diri saja. Aku tersenyum tipis dan mengangguk.

"Kalau kamu butuh cerita, aku siap kapan aja,"  Ical sibuk menawarkan bantuan.

"Makasih sayang, makasih banget. Aku cuma butuh sendiri sekarang".

"Ini hari ulang tahun kamu, seharusnya kamu nggak melewatkannya dengan cara begini". Aku tersenyum getir dan melangkah masuk ke rumah.

Sesampainya di kamar, aku mengambil album foto keluargaku. Masih ada Ibu yang mengendongku, Ayah yang mengajariku bersepeda dan kami bertiga yang belajar berenang bersama-sama sebab sama-sama tidak bisa. Ada juga fotoku sedang mengangkat piala tinggi setelah memenangkan pertandingan catur saat berusia 10 tahun. Ayah mengangkatku tinggi-tinggi dan ibu tersenyum manis sekali.

Sayang sekali kebersamaan itu luntur, sejak Ibu meniggal 3 bulan yang lalu. Tahu-tahu Ayah menjadi sangat sibuk dan tak punya waktu. Sekedar makan malam bersama atau mengantarkanku ke sekolah tak lagi sempat. Aku malah lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ical. Dan Ayah ? Tenggelam dalam dunianya sendiri seolah aku tak ada lagi..

Aku sudah memutuskan untuk menulis surat saja buat Ayah. Kupikir itu lebih baik dan Ayah bisa membaca sesempatnya. Surat yang mengabarkan aku sudah lelah merasa sedih dan tak dianggap penting atau bahkan mungkin dianggap ada. Jadi begini bunyi suratku..

Untuk AYAH

Terima kasih Ayah, Ayah selalu pulang setelah waktu makan malam usai sehingga aku bisa makan tnapa aturan yang kaku

Terima kasih Ayah, Ayah terus mengganti perhatian dengan uang sehingga aku kelelahan menghabiskannya sendirian

Terima kasih  Ayah, Ayah tak pernah menjumputku atau mengantarku sehingga aku lebih banyak punya waktu dengan Ical

Terima kasih Ayah, Ayah tak lagi menemaniku main catur di sore hari sehingga aku bisa berkeliaran sesukaku

Terima kasih Ayah, Ayah tak lagi sempat mengambil raportku sehingga aku tak perlu meliihat kebanggaan yang mengharu biru

Terima kaih ayah, Ayah sudah melupakan hari ulang tahunku sehingga aku tak perlu menutup mata untuk membuat permintaan sesaat sebelum meniup lilin.


Maaf, aku tidak pernah mengerti dunia Ayah

Maaf, aku terlalu banyak menuntut waktu Ayah

Maaf, aku selalu saja tak peduli dengan apa yang terjadi pada Ayah

Maaf, aku tak lagi pernah bercerita tentang duniaku kepada Ayah

Maaf, aku tak lagi memberi dekapan hangat dan ucapan selamat pagi sebelum memulai hari

Maaf, aku membebani hidup Ayah

Maaf, aku menjadi anak Ayah yang membuat Ayah tak bahagia

Maaf, aku terlalu menuntut banyak maaf sedang aku tak bisa memberi apa-apa

-NADIA-

Pada baris terakhir dimana namaku berada, air mataku menetes lembut. Aku terlalu lelah sekarang untuk menahan air mata. Aku tidak lagi percaya aku masih punya keluarga. Aku lelah.. Aku kehilangan arah..

Tepat pukul 11 malam aku terbangun, ternyata menangis menguras tenaga dan aku kelelahan karenanya. Tahu-tahu aku sudah terbangun saja. Namun ada yang aneh, surat yang kutulis untuk Ayah tidak lagi disebelahku. Ada secarik kertas lain yang ditunjukan untukku.

Untuk Nadia, Malaikaan kecil Ayah yang beranjak dewasa

Maaf, Ayah tak pernah lagi menemanimu makan malam atau sekedar main catur di sore hari. Ayah tahu nak, Ayah telah terlalu jauh mengabaikanmu. Tapi bagaimana pun juga sekarang Ayah sendiri. Sendiri mengurus kantor dan usaha perkebunan bunga yang dulu sempat dikelola ibu. Sendiri juga Ayah harus mengatur diri. Sendiri membesarkanmu dan pada yang terakhir ini ternyata Ayah gagal. Ayah tak pernah mau berterus terang kepadamu, kepada permintaan terakhir ibumu, bahwa kaulah yang mengurus perkebunan bunga itu, Ayah pikir kau masih terlalu kecil untuk mendapat beban seberat itu. Ayah taku masa remajamu akan lewat tanpa kau sempat menikmatinya. Ayah takut mengatakan hal ini kepadamu, takut kalau Ayah menyebut Ibu dukamu akan kembali hadir dan Ayah tak sanggup melihatmu menangis karena jauh dalam hati Ayah, Ayah akan lebih dari sekedar menangis. Ayah selalu tak tahan melihatmu bersedih, Nak. Maaf Ayah tak memberitahumu sehingga Ayahlah yang membuatmu merasa bersedih atas kesepian yang Ayah ciptakan.

Maaf Ayah tak pernah memberitahumu betapa Ayah sangat khawatir kau bergaul dengan tidak benar, berkawan dengan orang yang salah. Tapi ternyata kau memilih Ical masuk dalam hidupmu dan Ayah selalu yakin dengan pilihanmu. Meski Ayah sangat khawatir Ayah rasa Ayah tidak perlu mengatakannya kepadamu karena Ayah pikir itu hanya akan menbuatmu merasa terbelenggu.

Maaf Ayah tak pernah memberitahumu, setiap malam Ayah selalu masuk kamarmu dan tidur disebelah ranjang diatas karpet merah itu. Ayah selalu mencium keningmu diam-diam dan menatap senyummu yang damai dalam tidur. Itu membuat Ayah lebih kuat untuk menjalani esok hari. Hanya kamu yang memberi Ayah kekuatan. Hanya senyummu yang membuat Ayah bertahan.

Maaf Ayah membuatmu menutup telepon siang tadi. Ayah ingin berkata sebenarnya, Ayah ada di makan Ibu. Mengabarkan kepadanya tentang kau yang terus membuat kami bangga dengan prestasi dan tumbuh menjadi gadis yang sungguh cantik. Ayah juga bercerita kepada Ibu betapa Ayah sanggat bangga kau tetap menjadi juara pertama di sekolah meski Ibu tidak ada lagi. Ayah menceritakan semuanya Nak. Ayah pikir Ibu juga harus berbahagia di hari ulang tahunmu ini. tapi Ayah justru membuatmu kecewa dengan tidak mengatakannya. Entah mengapa sekarang Ayah terlalu takut berkata apa-apa. Takut Ayah akan terlalu sering mengucapkan nama Ibumu dan kau akan merindukannya dan merasa tersiksa. Dan disinilah kesalahan Ayah. Ayah tak lagi pernah berbicara kepadamu. Ayah tak lagi mengatakan betapa Ayah sangat menyayangimu dan bangga padamu. Ayah terlalu takut membagi beban tentang kesedihan ditinggal Ibu. Ayah terlalu sibuk mencintaimu tetapi tidak pernah membuktikannya dihadapanmu.

Maaf Ayah terus membuarkanmu sendiri, maaf Ayah terlalu sering membuatmu kecewa. Maaf Ayah menyayangimu tapi kau tak lagi tahu.

Sayang, disebelahmu Ayah meletakkan kue ulang tahunmu. Entah apakah sekarang lilinnya masih menyala atau tidak. Jika masih dan kau menginginkan Ayah menemanimu untuk meniupnya, turunlah. Ayah menunggumu didepan gerbang. Tapi jika sudak lewat tengah malam dan kau tak juga turun, Ayah mengerti. Memang Ayah terlalu banyak bersalah dan lebih baik kau sendiri. Ayah mengerti dan Ayah akan membiarkan kau melakukannya sendiri.

-Ayah-

Sampai pada titik terakhir, surat itu sudah basah oleh air mataku. Aku segera berlari keluar membawa kue ulang tahunku yang sudah dingin. Ternyata Ayah sudah menungguku sejak tadi dan tetap terjaga.

"Ayah..", aku berkata pelan. Ayah tersenyum menatapku. Segera aku berlari memeluknya.

"Ayah menyayangimu tapi Ayah tidak memberitahumu. Maaf."

"Aku yang bodoh, tak pernah merasakannya."

Dan kami pun tenggelam dalam tangis disaksikan oleh kue ulang tahun yang membeku.