2019/06/04

Not A Father's Princess

"A girl is daddy's princess."

Aku banyak mendengar orang bilang kalimat ini. Dan aku juga banyak melihat nyata adanya, bahwa seorang anak perempuan adalah anak kesayangan seorang ayah. Ada seorang teman yang sangat dekat dengan ayahnya. Setiap pagi sebelum masuk sekolah, ia akan mencium dan memeluk ayahnya. Seolah ia tidak rela untuk berpisah dengan ayahnya. Ada juga seorang anak yang ayahnya dengan sabar menunggunya pulang sekolah dan mengajaknya pergi untuk bersenang-senang sejenak sebelum pulang ke rumah. Ada juga ayah yang memberi ijin ke anaknya untuk melakukan apa yang disukainya. Kebanyakan ayah akan memberi dukungan kepada anaknya untuk anaknya menentukan apa yang ia ingin lakukan atau apa yang sudah menjadi cita-citanya tanpa memberi tekanan berupa ekspektasi yang terlalu tinggi.

Tetapi sepertinya hal itu tidak berlaku untukku. Ayahku bilang bahwa dia berusaha untuk memperlakukan aku dan adikku dengan adil. Tapi nyatanya aku merasa diperlakukan tidak adil. Kesalahan yang adikku lakukan akan berakibat aku yang dimarahi. Prestasi yang sudah kuraih hanya akan selalu dianggap kurang. Tidak ada pujian untukku. Hanya kritikan yang kuterima. Bahkan disaat aku mendapatkan piala untuk juara 2, Ia malah menunjukkan kekecewaan kenapa hanya mendapat juara 2, kenapa tidak mendapat juara 1? Apa yang kulakukan selalu kurang untuknya. 

Ada suatu saat aku sedikit berharap bahwa aku akan mendapat hadiah kecil atas prestasi kelas yang sudah aku dapatkan. Bahkan walaupun hanya berupa penambahan uang jajan walupun sedikit aku akan merasa senang. Tapi nyatanya Ia malah berkata bahwa Ia memberikan uang jajan yang sama kepadaku dan adikku. Dengan alasan Ia selalu bersikap adil kepada kami berdua. Tapi buatku, itu tidak adil. Aku bekerja keras dan bahkan kerja kerasku tidak dihargai sedikitpun. Aku berusaha membuatnya bangga tapi bahkan dia tidak merasakannya. Malam itu aku hanya bisa menangis sendirian. Menelan segala kekecewaanku padanya. 

Banyak kali terjadi saat aku bertanya suatu hal padanya. Aku bertanya dengan suara yang biasa tanpa ada maksud menuduh ataupun menghina atau apapun itu. Tapi dia malah membalasku dengan nada marah. Seolah-olah aku sudah melanggar sesuatu yang seharusnya tidak boleh kulakukan. Tetapi apabila aku menaikan nadaku, dia akan semakin marah dan bilang bahwa apabila aku marah, dia akan lebih marah. Jadi aku harus bagaimana menghadapinya? Apakah berarti bahwa aku tidak boleh marah? Apakah aku harus selalu merasa bahagia saat dirumah walaupun dia lagi marah? Atau haruskah aku mematikan saja segala rasa yang ada?

Disaat aku melihat orang-orang bisa pergi berdua bersama ayahnya, seolah-olah sedang pergi bersama pacar, rasa iri selalu menghampiri hati ini. Aku juga ingin merasakan hal yang sama. Tapi rasanya itu akan sangat sulit. Boro-boro pergi berdua, pergi berempat dengan mama dan adik saja banyakan ocehan yang kudengar. Entah kapan aku bisa merasakan kasih sayang ini...

Hal yang tidak bisa dihindari, apapun yang terjadi, dia tetaplah ayahku. Selama aku masih dihidupi olehnya, aku tak berdaya dalam mengemukan apa yang kupikirkan. Aku tidak dapat bebas pergi kemanapun yang aku ingingkan. Aku harus menahan diri atas apa yang aku rasakan dan menerima semua hal negatif yang secara tidak langsung diberikan kepadaku. Hanya satu doaku untuknya; semoga dia selalu berbahagia dengan apa yang dilakukannya. --